Sabtu, 25 Mei 2013
Sidang Lanjutan Rahudman
Walikota Medan non aktif Rahudman Harahap (kiri) terdakwa kasus dugaan korupsi didampingi penasehat hukumnya, ketika menjalani sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, di Pengadilan Tipikor Medan, Sumut, Kamis (23/5). Sidang perkara korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Perangkat Desa (TPAPD) Tapanuli Selatan (Tapsel) tahun 2005, menghadirkan saksi mantan Bendahara Umum Daerah Tapsel Akhir Hasibuan
Tanah Mimika Siapa Punya
Aneh Papua yang kaya akan kandungan mineral yang dikeluarkan dalam perut
buminya ternyata hasilnya tidak begitu dapat dinikmati sebagian besar
masyarakatnya. Inilah perjalan kami beberapa
hari tanah Papua di Mimika.
Hari
pertama Mimika, di Bandar udara Mozes
Kilangin bayang-bayang kesenjangan mulai terasa, dalam perjalanan menuju
hotel,sepanjang jalan tidak
melihat penduduk asli yang punya bentuk fisik dan ciri-ciri yang khas
di banding dengan kebanyakan rakyat Indonesia umumnya berseliweran
berjalan kaki, terlebih
menggunaan kenderaan bermotor.
Walau
hal ini tidak bisa di jadikan tolok ukur terhadap kesenjangan sosial,
setidaknya bisa menjadi analisa pemikiran, mengapa bisa demikian. Kesan
penduduk asli atau pribumi tak mendominasi semakin terasa ketika BI
memasuki pusat kota Mimika, yakni Timika, yang menjadi Ibukotannya
kabupaten Mimika. Di kota ini nyaris masyarakat pendatang mendominasi
dibanding dengan penduduk asli, baik pedagang, tukang ojek sampai
penarik beca.
Dimana penduduk pribuminya dalam
beraktifitas seperti masyarakat pendatang lainnya. sampai di hotel yang
terbilang mewah, usai membenahi barang, ketidaksabaran dan rasa
penasarana untuk mencari jawabaan
yang masih bersarang di kepala. Ketika menjumpai salah seorang warga
pendatang yang mendonimasi dari warga pendatang lainnya, yang mengaku
sudah belasan tahun bermukim di sana.
Menurutnya,
penduduk asli dalam dalam kesehariannya menjalankan aktifitasnya lebih
banyak bertani dan berkebun dan berdiam di rumah menunggu hasil panen
tiba. Penuturannya lagi, tak sedikit juga warga pribumi yang bekerja
seperti masyarakat pendatang lainnya, warga pribumi juga ada yang
bekerja di pemerintahan dan swasta, demikian juga di PT. Freeport,
tetapi tidak sebanyak warga pendatang lainnya.
Rasa
penasaran semakin menjadi ketika menyelusuri sudut-sudut kota
Timika, jangankan aktifitas berdagang dan lainnya, yang menjadi pembeli,
baik di warung, toko atau Mall hampir semuanya dipadati oleh
orang-orang pendatang, lagi-lagi menimbulkan pertanyaan, ada dimana
mereka para pribumi.
Ketika Kami menyambangi pasar tradisional, kekontrasan hampir terjawab, dipasar
tradisional ini sebagian besar yang berjualan penduduk pribumi, mereka
menjual berbagai macam hasil bumi seperti sayur mayur, buah, rempah dan
lainnya. Para penduduk pribumi dipasar ini sebagian besar menjual umbi-umbian.
Penuturan
dari warga pribumi, dari beberapa pasar terdapat pasar yang pedagangnya
dari suku-suku tertentu, pembelinyanya pun berasal dari suku tertentu
juga. Uniknya lagi, menurut penuturannya, pasar tersebut sengaja di buat
untuk suku-sukunya namun tidak menjadi persoalan siapa yang berbelanja
dipasar tersebut.
Kembali
ke cerita warga pribumi, kesenjangan pembangun sektor pembangunan
sangat terasa perbedaannya, kota Timika infrastrukturnya kurang tertata
rapi, termasuk sanitasi atau drainasenya. Buruknya sistem saluran
drainase terlihat ketika hujan turun, akibatnya air menggenang.
Sebagai
contoh, bila kita menuju kantor Bupati Mimika kita seakan memasuki
hutan belantara, kantornya yang nyaris berada di pinggir hutan itu jalan
menuju pusat pemerintahannya di genangi air lagi-lagi karena buruknya
sistem drainase (kabarnya sang kepala daerah jarang masuk kantor dan
lebih sering melakukan aktifitas kantor di rumah pribadi).
Sungguh
pemandangan yang sangat kontras, ibukota kabupaten Mimika, Timika,
tidak ada apa-apanya dibanding dengan kota yang dibangun oleh pihak
PT.Free Port, yakni Kuala Kencana, bila berada di kawasan ini, Kuala
Kencana layaknya seperti berada di negara belahan barat (barangkali
suasananya sengaja di ciptakan seperti itu). Suasana sangat kental
dengan kekontrasannya, nyaris orang-orang yang berada disana yang hilir
mudik bukan penduduk pribumi, kalaupun ada penduduk pribumi disana lebih
banyak sebagai pekerja satuan pengaman (Satpam) dan pekerja kasar
lainnya seperti tukang kebun dan pembersih.
Soal
kontrasnya masalah kesenjangan yang ada di sana, yang menjadi
pertanyaannya adalah, mengapa itu bisa terjadi, tidak adakah kesempatan
bagi rakyat Mimika untuk hidup lebih baik lagi, setidaknya seperti para
pendatang lainnya, walau bukan mesti harus bekerja di perusahaan
raksasa.
Lantas
dimana dan apa peran pemerintah daerahnyanya dalam memperjuangkan
kesejahteraan ekonomi rakyatnya dari kemakmuran negerinya. Kesan jauh
perjuangan pemerintah daerah untuk kesejahteraan rakyatnya terasa ketika Kami
turun langsung baik di kantor-kantor pemerintahan sampai ke pasar-pasar
berbincang dengan penduduk pribumi, pendatang dan tokoh masyarakat.
Kembali
menimbulkan kesan miris, kabupaten Mimika yang terkenal dengan hasil
tambang yang disebut-sebut gunung emasnya tidak ada apanya, harusnya
masyarakatnya jauh dari kesan miskin, namun ketidakadilan masih kental
terlihat di masyarakat terutama masyarakat pribumi, sudah selayaknya,
negeri yang makmur dengan limpahan kekayaan yang luar biasa besar di
banding dengan negeri-negeri bahkan negara lain rakyatnya tidak seperti
saat ini, “ Miskin ”, sedangkan kotanya tak jauh beda dengan kota-kota
kebanyakan, biasa-biasa saja, mestinya kotanya jauh lebih baik bahkan
wah dari kota-kota lainnya.
Kekayaan
alam Mimika sudah dikeruk dan di bawa keluar 41 tahun lamanya, namun
sampai kini masyarakatnya hanya bisa menjadi penonton, ada Lembaga yang
harusnya menggemban amanah mengelola pembangunan dan meningkatkan
kesejahteraan rakyatnya, namun bekerja tak maksimal, masih banyak
kesenjangan sosial disana-sini.
Semua
ini tidak terlepas dari peran pemerintah daerahnya,terlebih pemerintah
pusat. Harusnya pemerintah pusat lebih tegas terhadap pihak pengelola
kekayaan alam negerinya, bukan malah diam menjadi penonton, enggan
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Tudingan ini bukan tidak mungkin
lantaran pemerintahnya mendapat tekanan pihak lain, atau mendapat
pasokan lain untuk pribadinya. Konon
ada kabar miring lain, ada dugaan bahwa perang sengaja diciptakan,
selain penyediaan lokasi perang, juga secara diam-diam memasok logistik
bagi kedua kubu yang berperang, logistik ini dikabarkan di pasok pada
malam hari.
Jika
berbagai kemungkinan miring itu benar adanya, rakyat Mimika harus
bangkit melawan kesenjangan dan ketidakadilan, jangan terlena, apalagi
oleh perang saudara atau perang suku yang bisa saja adalah intrik para
elite untuk sekedar pengalihan. Bersatu membangun dan memajukan
daerahnya dengan meningkatkan SDM yang berlandaskan Bhineka Tunggal Ika
dan NKRI. Jangan terjebak berbagai isu yang memecah
Terkait ini, Kami mencoba menjumpai orang nomor satu di kabupaten hasil tambang ini,
Klemen Tinal, SE. MM di kantornyanya, namun tidak berhasil, begitu juga
di rumah dinas dan pribadinya. Petugas keamanan yang berada
di rumah dinas atau lebih dikenal rumah negara menganjurkan BM ke rumah
pribadinya Rumah kayu, namun tak jauh beda dengan rumah negara, dilihat
dari luar, kosong, tak ada aktivitas, entah kalau didalam rumah. Ada
yang unik, saat berada di kantor bupati, Tim sangat terkejut mendapati
kantor bupati tidak seperti kantor pemerintah lainnya, di kantor ini
nyaris tidak ada aktivitas.
Menurut
kabar dari buruh bangunan yang bekerja disana saat itu menyebutkan,
pukul dua belas para pegawai yang berdinas di kantor bupati sudah pada
pulang, dikabarkan lagi, aktivitas kantor lebih banyak dilakukan di
rumah kayu atau rumah pribadi sang bupati.
Antar
rumah Nergara dan rumah pribadi bupati jaraknyanya hanya beberapa ratus
meter saja. Menurut penuturan salah warga yang juga dianggap tokoh,
kepada Kami
mengungkapkan. Sejak kepemimpinan bupati ini tak tak banyak yang
berubah di kabupaten ini. Di kabarkan juga, selain bupati jarang masuk
kantor,saat ini bupati tengah tersandung kasus karupsi.
Minggu, 19 Mei 2013
Ada oknum TNI Polri dalam Debt Collektor Wom Finance
Ada oknum TNI Polri dalam Debt
Collektor Wom Finance ini betul terjadi ketika Empat orang debt collector dari WOM
Finance bersama satu orang oknum diduga aparat merampas sepeda motor milik
wartawan Harian Simantab, Dofu, di Jalan Asrama, Medan, Sumatera Utara, Selasa
(30/04/2013). Perampasan ini terjadi akibat angsuran sepeda motor jenis Vega R
BK 4514 AAE menunggak satu bulan.
Awalnya korban yang tinggal di Jalan
Sumarsono, Medan, hendak menuju Kantor Harian Simantab di Jalan Ringroad,
Medan. Tepat di Jalan Asrama di depan kantor pajak, sepeda motor yang
dikendarai korban langsung dipepet sehingga korban berhenti. "Saya mau ke
kantor, tapi dikawasan Pondok Kelapa sepeda motor saya dipepet, akhirnya saya
berhenti. Saat itu ada ada tiga unit sepeda motor, semuanya berjumlah 5 orang
langsung menghardik saya," kata Dofu di Mapolsekta Medan Helvetia.
Pengendara dua unit sepeda motor
yang memepetnya langsung turun disusul satu orang yang mengenakan celana
loreng. Saat itu korban berusaha meminta identitas para debt colector tetapi
tidak diindahkan. "Mereka langsung sampaikan kepada saya bahwa saya tidak
membayar tunggakan sepeda motor. Saya sudah berjanji untuk melunasi, tapi hal
ini tidak diterima," ucapnya.
Akibat peristiwa itu perang mulut
tidak dapat dihindari. Lantas satu orang oknum yang diduga berasal dari
kesatuan TNI langsung menghardiknya. "Kau sudah lama tidak bayar kereta
jadi jangan banyak bicara," ucap Dofu menirukan perkataan debt collector.
Tidak hanya itu, oknum aparat yang
diduga TNI kemudian mengeluarkan senpi mengancam korban. "Oknum itu
langsung bilang, mau kuledakkan kepalamu," kata Dofu menirukan ucapan
oknum yang diduga aparat tersebut.
Diancam dengan senpi sontak membuat
nyali korban ciut. Akibatnya sepeda motor miliknya dibawa. "Dengar kata
itu ya aku pasrah saja langsung keretaku didorong karena kunci sudah terlebih
dahulu kupegang," kata Dofu.
Saat sepeda motor milik korban
dibawa satu surat berlogo WOM Finace dicampakkan debt collector tanpa menulis
register. Dari amatan wartawan surat tersebut bernomor 172 dan hanya
mencantumkan jenis kendaraan serta nomor polisi tanpa register. Di bawah surat
pemilik tidak menandatangani berkas sehingga hanya menuliskan kata "sudah
sesuai identitas".
Yang sangat mengherankan dan mencengakan
ketika akhirnya Dofu melapor ke
Mapolsekta Medan Helvetia. Tetapi aparat kepolisian menyarankan korban melapor
ke denpom di Jalan Suprapto, Medan.Seperti yang dirasakan Dempom pun tidak
menerima laporan Dofu apa mungkin ada TNI Polri dibalik perusahaan Wom Sinance
Selasa, 14 Mei 2013
Intel Kejati Kumpulkan Bukti Dugaan Korupsi BBPJN I Sumut Rp45,6 M, Seret Maratua Sinaga ke Penjara
Kejanggalan sejumlah proyek di Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) I Sumut (foto) diduga melibatkan Kepala Satuan Kerja (Kasatker) Maratua Sinaga terus berkumandang.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara diminta serius mengungkap kasus ini hingga tuntas.
Aktivis Lembaga Kajian Masyarakat Marginal (LKMM) Muhammad, Minggu (12/6), mengatakan dugaan korupsi tersebut tidak boleh terus dibiarkan.
“Kejati memiliki intel yang bisa mengumpulkan barang bukti untuk
mengungkap kasus ini. Itu yang kita harapkan untuk segera dikerjakan,”
tegasnya.
Diketahui, Kejati Sumut kini telah melakukan telaah dugaan korupsi pelaksanaan jalan nasional Metropolitan Medan pada kegiatan peningkatan struktur Jalan AH Nasution (Jalan Tritura/ Jalan Karya Jasa) Medan.
Dengan pagu anggaran sebesar Rp12.98.600.000, proyek dilaksanakan pemenang tender PT Hariara dengan penawaran senilai Rp12.360.523.928.
Pengerjaan berdasarkan kontrak 01/KTR-APBN/AH.NST/PPK18/2012 dengan masa pekerjaan selama 210 hari, terhitung dimulai 15 Maret 2012.
Diduga, pelaksanaan pekerjaan itu tidak sesuai spesifikasi teknis dan terjadi kekurangan volume.
Sudah Ditindaklanjuti
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara diminta serius mengungkap kasus ini hingga tuntas.
Aktivis Lembaga Kajian Masyarakat Marginal (LKMM) Muhammad, Minggu (12/6), mengatakan dugaan korupsi tersebut tidak boleh terus dibiarkan.
Intel Kejati Sumut, menurut dia, harus segera bekerja mengumpulkan barang bukti untuk membongkar kasus itu.
Jika nanti ditemukan dua alat
bukti indikasi korupsi dalam proyek itu, lanjutnya, maka Kejati tidak
perlu ragu menyeret para pelaku diduga terlibat.
“Kalau ada dua alat bukti ditemukan, maka Kepala BBPJN I Sumut
Maratua harus segera diseret ke penjara. Jangan ragu. Ini Negara hukum,”
ucapnya.Diketahui, Kejati Sumut kini telah melakukan telaah dugaan korupsi pelaksanaan jalan nasional Metropolitan Medan pada kegiatan peningkatan struktur Jalan AH Nasution (Jalan Tritura/ Jalan Karya Jasa) Medan.
Dengan pagu anggaran sebesar Rp12.98.600.000, proyek dilaksanakan pemenang tender PT Hariara dengan penawaran senilai Rp12.360.523.928.
Pengerjaan berdasarkan kontrak 01/KTR-APBN/AH.NST/PPK18/2012 dengan masa pekerjaan selama 210 hari, terhitung dimulai 15 Maret 2012.
Diduga, pelaksanaan pekerjaan itu tidak sesuai spesifikasi teknis dan terjadi kekurangan volume.
Sudah Ditindaklanjuti
Kepala Seksi Penerangan Hukum
(Kasi Penkum) Humas Kejati Sumut Chandra Purnama mengatakan,
tindaklanjut terhadap kasus tersebut sudah dilakukan.
Disinggung lebih jauh soal
progres dari penanganan kasus itu, Chandra enggan berkomentar.
Menurutnya hal itu belum bisa dibeberkan sebab masih tahap tahap
penelahaan. “Belum bisa kita beberkan karena masih ditelaah,” ungkap
Chandra.
Terpisah, Kasatker BBJN Maratua Sinaga melalui Assisten Umum Proyek Metropolitan Medan Hadi Irfan ST membantah dugaan tersebut.
“Untuk ketiga item yang
dipermasalahkan itu tidak ada kesalahan. Semua sudah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan spesifikasinya. Apalagi kita juga menggunakan
jasa konsultan dalam tiap proyek pengerjaan,” kata Hadi Irfan di ruang
kerjanya Jalan Sakti Lubis.
Hadi Irfan juga menjelaskan,
untuk kegiatan struktur Jalan AH Nasution (Jalan Tritura/Jalan Karya
Jasa), tidak termasuk di dalam pengerjaan proyek yang sama untuk Jalan
Brigjen Katamso sampai Simpang Jalan Karya Jasa.
“Kedua kawasan itu tidak termasuk
klasifikasi jalan nasional. Dan itu ada peraturannya, kalau masalah
volume jalan dan pengerjaannya juga tidak ada masalah, karena kita juga
sudah pernah diperiksa BPK RI dan semua baik-baik saja,” katanya lagi.
Sementara Kepala Satker BBPJN
Maratua Sinaga dikonfirmasi tidak berhasil. Ketika dihubungi ke staf
bagian umum Hardi Ifan ST juga tidak menanggapi. Sebelumnya, pada Kamis
(2/5) Hardi Ifan membantah indikasi korupsi itu.
Hadi Irfan juga menjelaskan,
untuk kegiatan struktur Jalan AH Nasution (Jalan Tritura/Jalan Karya
Jasa), tidak termasuk di dalam pengerjaan proyek yang sama untuk Jalan
Brigjen Katamso sampai Simpang Jalan Karya Jasa.
“Kedua kawasan itu tidak termasuk
klasifikasi jalan nasional. Dan itu ada peraturannya, kalau masalah
volume jalan dan pengerjaannya juga tidak ada masalah, karena kita juga
sudah pernah diperiksa BPK RI dan semua baik-baik saja,” katanya lagi.
Langganan:
Postingan (Atom)