Rabu, 27 Februari 2013

Seluas 800 Hektar Huta Tele dipastikan akan gundul, hal ini terkait pemberian Ijin oleh Pemerintah Kabupaten Samosir melalui Dinas Kehutanan kepada PT. Gorga Duma Sari (GDS) untuk untuk mendirikan perkebunan, tambak dan peternakan.

Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT) Samosir, Sampe Sijabat kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (25/2) membenarkan izin lokasi PT GDS tersebut sudah terbit seluas 800 ha di Areal Penggunaan Lain (APL) hutan Tele, Desa Parkutkot Naginjang, Samosir.

"PT GDS telah mendapat izin lokasi dari BPMPT, setelah tim teknis yang terdiri dari Asisten I, Dinas Perindag, Asisten II, Dinas Kehutanan dan lainnya memberikan rekomendasi tempat usaha yang dimohon oleh PT GDS,” kata Sijabat.

Sejauh ini, besaran investasi yang ditanamkan PT GDS, belum diketahui secara pasti. Sijabat mengaku lupa besaran nilai investasi PT GDS. Namun, ketika dipertanyakan apa sanksi, jika PT GDS hanya akan membabat hutan, setelah lokasi gundul PT GDS tidak lagi berkomitmen berusaha. Sampe hanya menjawab tidak ada sanksi hukum hanya perusahaan itu akan di black-list.

Pemberian Ijin tersebut juga telah diamini oleh Kepala Dinas Kehutanan Yunus Caesar Hutauruk. "Saat ini, perusahaan itu sudah mulai bekerja untuk membuka jalan penebangan kayu” ujarnya.

Sementara itu, salah seorang Tokoh Pemuda Samosir M. Sitanggang sangat menyayangkan tindakan Pemkab Samosir yang memberikan Ijin kepada Pengusaha tanpa terlebih dahulu memikirkan dampaknya kedepan. Sitanggang menyebutkan, dengan gundulnya hutan seluas 800 ha, maka akan dikawatirkan terjadi bencana longsor besar di samosir, belum lagi masalah Banjir bandang.

lebih lanjut Sitanggang mengatakan, dampak yang akan terjadi akan sangat buruk, dan yang merasakan langsung tentunya adalah masyarakat.

" Selain banjir dan tanah longsor, ekosistem di dalam hutan itupun akan berkurang, lalu siapkah Samosir terus-menerus dilanda bencana." tanya Sitanggang. untuk itu lanjutnya diharapkan agar Pemkab Samosir meninjau kembali ijin yang telah diberikan, demi penyelamatan lingkungan dan kepentingan hidup orang banyak.

Perlu diketahui, PT GDS adalah milik keluarga Wakil Ketua DPRD Samosir Jonni Sihotang. Perusahaan itu adalah investor kedua yang bermohon berinvestasi di APL Tele setelah PT EJS Agro Mulia Lestari asal Korea yang terkatung-katung sampai sekarang. - See more at: http://kabar-samosir.blogspot.com/2013/02/800-hektar-hutan-tele-akan-habis-dibabat.html#sthash.yKo9W9Av.dpuf

Sabtu, 02 Februari 2013

Sanksi Kepada Perusahaan Apabila Melanggar Ketentuan Pembayaran Upah


Ditulis pada Minggu, 17 April 2011 | Dilihat 12111 kali
HAK atas upah adalah hak normatif pekerja dan dilindungi undang-undang. Bila pekerja tidak melakukan tugas maka upahnya tidak dibayar. Demikian sebaliknya, bila pengusaha tidak membayar atau terlambat membayar upah pekerja yang sudah melakukan tugas maka pengusaha tersebut dikenakan denda dan sanksi.
Walaupun pengusaha tersebut dikenakan sanksi pidana berupa penjara, kurungan tetapi kewajiban untuk membayar denda keterlambatan maupun ganti rugi tetap harus dilaksanakan.
Berikut ini berupa pasal dalam UU No. 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang sanksi-sanksi atas pelanggaran yang berkaitan dengan upah :
  1. Bila pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditentukan (sesuai ketentuan pasal 90 ayat I), sanksinya (pasal 185) yaitu pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta dan paling banyak Rp. 400 juta.
  2. Bila pengusaha tidak membayar upah pekerja/buruh yang tidak melakukan tugas karena alasan-alasan pada pasal 93 yang seharusnya pengusaha wajib membayarnya, sanksinya (pasal 186) yaitu pidana paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10 juta paling banyak Rp. 400 juta.
  3. Bila pengusaha tidak membayar upah pekerja untuk kerja lembur sesuai ketentuan pasal 78 maka sanksinya (pasal 187) yaitu pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 10 juta dan paling banyak Rp. 100 juta.
  4. Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pesangon pekerja karena mencapai usia pensiun sesuai ketentuan pasal 167 ayat 5 maka sanksinya adalah (pasal 184) pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta,- dan paling banyak Rp. 500 juta,-.
  5. Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja yaitu upah lembur sesuai ketentuan pasal 78 ayat 2 dan upah kerja lembur pada hari libur resmi sesuai ketentuan pasal 85 ayat 3 maka sanksinya (pasal 187) yaitu pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 1 tahun dan /atau denda paling sedikit Rp. 10 juta,- dan paling banyak Rp. 100 juta,-.
  6. Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja yang mengambil istirahat karena cuti sesuai ketentuan pasal 78 ayat 1 maka sanksinya mengikuti ketentuan pasal 187 yaitu pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 1 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10 juta,- dan paling banyak Rp. 100 juta,-.
  7. Bagi pengusaha yang tidak membayar upah pekerja karena cuti melahirkan dan cuti keguguran sesuai ketentuan pasal 82 ayat 1 dan ayat 2 maka sanksinya mengikuti ketentuan pasal 185 yaitu pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100 juta,- dan paling banyak Rp. 400 juta,-

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1
PP No. : 8 Tahun 1981
Tentang
PERLINDUNGAN UPAH
Presiden Republik Indonesia
Menimbang :
  1. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu disusun suatu peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1996;
  2. bahwa sebagai pelaksanaan tersebut huruf a dipandang perlu mengatur perlindungan upah dalam suatu Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) dan pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 100 mengenai pengupahan bagi buruh laki-laki dan wanita untuk pekerja yang sama nilainya (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 171);
  3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERLINDUNGAN UPAH

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
  1. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya;
  2. Pengusaha ialah :
    • Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri.
    • Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
    • Orang, persekutuan atau badan hukum yang berbeda di Indonesia mewakili perusahaan termaksud pada angka 1 dan 2 diatas, yang berkedudukan di luar Indonesia.
  3. Buruh adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah;
  4. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan.
Pasal 2
Hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.

Pasal 3
Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerja yang sama nilanya.

Pasal 4
Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan.

Pasal 5
 (1)   Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, pengusaha wajib membayar upah buruh :
  1. Jika buruh sendiri sakit, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaanya dengan ketentuan sebagai berikut :
    • untuk 3 (tiga) bulan pertama, dibayar 100% (seratus persen) dari upah;
    • untuk 3 (tiga) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah;
    • untuk 3 (tiga) bulan tiga, dibayar 50% (lima puluh persen) dari upah;
    • untuk 3 (tiga) bulan keempat, dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah.
  2. Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud dibawah ini, dengan ketentuan sebagai berikut :
    • buruh sendiri kawin, dibayar untuk 2 (dua) hari;
    • menyunatkan anaknya, dibayar untuk selama 1 (satu) hari;
    • membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 1 (satu) hari;
    • mengawinkan anaknya, dibayarkan untuk selama 2 (dua) hari;
    • anggota keluarga meninggal dunia yaitu /suami/istri, orang tua/mertua atau anak, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
    • isteri melahirkan anaknya, dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
 (2)  Dalam hal pengusaha tidak mampu memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, pengusaha dapat mengajukan izin penyimpangan  kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
(3)   Jika dalam suatu peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan terdapat ketentuan-ketentuan yang lebih baik dari pada ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ketentuan dalam peraturan perusahaan atau perjanjian perburuhan tersebut tidak boleh dikurangi.

Pasal 6
  1. Pengusaha wajib membayar upah yang bisa dibayarkan kepada buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaanya karena sedang menjalankan kewajiban Negara, jika dalam menjalankan kewajiban Negara tersebut buruh tidak mendapatkan upah atau tunjangan lainnya dari Pemerintah tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.
  2. Pengusaha wajib membayar kekurangan atas upah yang bisa dibayarkannya kepada buruh yang dalam menjalankan kewajiban Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bilamana jumlah upah yang diperolehnya kurang dari upah yang biasa diterima dari perusahaan yang bersangkutan, tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.
  3. Pengusaha tidak diwajibkan untuk membayar upah, bilamana buruh yang dalam menjalankan kewajiban Negara tersebut telah memperoleh upah serta tunjangan lainnya yang besarnya sama atau lebih dari upah yang bisa ia terima dari perusahaan yang bersangkutan.
  4. Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaanya karena memnuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan, tetapi tidak melebihi 3 (tiga) bulan.

Pasal 7
Upah buruh selama sakit dapat diperhitungkan dengan suatu pembayaran yang diterima oleh buruh tersebut yang timbul dari suatu peraturan perundang-undangan atau peraturan perusahaan atau sesuatu dana yang menyelanggarakan jaminan sosial ataupun suatu pertanggungan.

Pasal 8
Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kealahan sendiri maupun halangan yang dialami oleh pengusaha yang seharusnya dapat ia hindari.

Pasal 9
Bila upah tidak ditetapkan berdasarkan suatu jangka waktu, maka untuk menghitung upah sebulan ditetapkan berdasarkan upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir diterima oleh buruh.

Pasal 10
  1. Upah harus dibayarkan langsung kepada buruh pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan perjanjian.
  2. Pembayaran upah secara langsung kepada buruh yang belum dewasa dianggap sah, apabila orang tua wali buruh tidak mengajukan keberatan yang dinyatakan secara tertulis.
  3. Pembayaran upah melalui pihak ketiga hanya diperkenankan bila ada surat kuasa dari buruh yang bersangkutan yang karena sesuatu hal tidak dapat menerimanya secara langsung.
  4. Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hanya berlaku untuk satu kali pembayaran. 
  5. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 11
Pada tiap pembayaran, seluruh jumlah upah harus dibayarkan.


BAB II
BENTUK UPAH

Pasal 12
  1. Pada dasarnya upah diberikan dalam bentuk uang.
  2. Sebagian dari upah dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras, obat-obatan atau bahan obat-obatan, dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari nilai upah yang seharusnya diterima.

Pasal 13
  1. Pembayaran upah harus dilakukan dengan alat pembayaran yang sah dari Negara Republik Indonesia.
  2. Bila upah ditetapkan dalam mata uang asing, maka pembayaran akan dilakukan berdasarkan kurs resmi pada hari dan tempat pembayaran.

Pasal 14
Setiap ketentuan yang menetapkan sebagian atau seluruh upah harus dipergunakan secara tertentu, ataupun harus dibelikan barang, tidak diperbolehkan dan karenanya adalah batal menurut hukum, kecuali jika penggunaan itu timbul dari suatu peraturan perundang-undangan.

Pasal 15
  1. Bila diadakan perjanjian antara buruh dan pengusaha mengenai suatu ketentuan yang merugikan buruh dan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan data Peraturan Pemerintah ini dan atau peraturan perundang-undangan lainnya dan karenanya menjadi batal menurut hukum, maka buruh berhak menerima pembayaran kembali dari bagian upah yang ditahan sebagai perhitungan terhadap upahnya, dan tidak diwajibkan mengembalikan apa yang telah diberikan kepadanya untuk memenuhi perjanjian.
  2. Dengan tidak mengurangi ketentuan ayat (1), apabila ada permintaan dari pengusaha atau buruh, badan yang diserahi urusan perselisihan perburuhan dapat membatasi pengembalian itu sekurang-kurangnya sama dengan jumlah kerugian yang diderita oleh buruh.

BAB III
CARA PEMBAYARAN UPAH

Pasal 16
Bila tempat pembayaran upah tidak ditentukan data perjanjian atau peraturan perusahaan, maka pembayaran upah dilakukan di tempat buruh biasanya bekerja, atau dikantor perusahaan.

Pasal 17
Jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya dapat dilakukan seminggu sekali atau selambat-lambatnya sebulan sekali, kecuali bila perjanjian kerja untuk waktu kurang dari seminggu.

Pasal 18
Bilamana upah tidak ditetapkan menurut jangka waktu tertentu, maka pembayaran upah disesuaikan dengan ketentuan Pasal 17 dengan pengertian bahwa upah harus dibayar sesuai dengan hasil pekerjaannya dan atau sesuai dengan jumlah hari atau waktu dia bekerja.

Pasal 19
  1. Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5% (lima persen) untuk tiap keterlambatan. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1% (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.
  2. Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar, maka disamping kewajiban untuk membayar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha diwajibkan pula membayar bunga sebesar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan.
  3. Penyimpangan yang mengurangi ketentuan dalam pasal ini adalah batal menurut hukum.


BAB IV
DENDA DAN POTONGAN UPAH

Pasal 20
  1. Denda atas pelanggaran sesuatu hal hanya dapat dilakukan bila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan.
  2. Besarnya denda untuk setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus ditentukan dan dinyatakan dalam mata uang Republik Indonesia.
  3. Apabila untuk suatu perbuatan sudah dikenakan denda, pengusaha dilarang untuk menuntut ganti rugi terhadap buruh yang bersangkutan.
  4. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum
Pasal 21
  1. Denda yang dikenakan oleh perusahaan kepada buruh, baik langsung maupun tidak langsung tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan pengusaha atau orang yang diberi wewenang untuk menjatuhkan denda tersebut.
  2. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 22
  1. Pemotongan upah oleh pengusaha untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada surat kuasa dari buruh.
  2. Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah semua kewajiban pembayaran oleh buruh terhadap Negara atau iuran sebagai peserta pada satu dana yang menyelenggarakan jaminan sosial yang ditetapkan dengan peraturan perundang undangan.
  3. Setiap surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditarik kembali pada setiap saat.
  4. Setiap ketentuan yang bertentangan dengan pasal ini adalah batal menurut hukum.
Pasal 23
  1. Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari buruh, bila terjadi kerusakan barang atau kerugian lainnya baik milik pengusaha maupun milik pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaian.
  2. Ganti rugi demikian harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan dan setiap bulannya tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah.

BAB V
PERHITUNGAN DENGAN UPAH
  1. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah adalah :
    • denda, potongan dan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, pasal 21, pasal 22, dan pasal 23;
    • sewa rumah yang disewakan oleh pengusaha kepada buruh dengan perjanjian tertulis;
    • uang muka atas upah, kelebihan upah yang telah dibayarkan dan cicilan hutang buruh kepada pengusaha, dengan ketentuan harus ada tanda bukti tertulis.
  2. Perhitungan sebagaimana dimaksud dalam (1) tidak boleh melebihi 50 % (lima puluh persen) dari setiap pembayaran upah yang seharusnya diterima.
  3. Setiap syarat yang memberikan wewenang kepada pengusaha untuk mengadakan perhitungan lebih besar dari pada yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah batal menurut hukum.
  4. Pada waktu pemutusan hubungan kerja seluruh hutang piutang buruh harus dapat diperhitungkan dengan upahnya.

Pasal 25
Bila uang yang disediakan oleh pengusaha untuk membayar upah disita oleh Juru Sita, maka penyitaan tersebut tidak boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari jumlah upah yang harus dibayarkan.

Pasal 26
  1. Bila upah digadaikan atau dijadikan jaminan hutang, maka angsuran tiap bulan dari pada hutang itu tidak boleh melebihi 20% (dua puluh persen) dari sebulan.
  2. Ketentuan ayat (1) berlaku juga apabila pengadilan atau jaminan itu diadakan untuk pihak ketiga.
Pasal 27
Dalam hal pengusaha dinyatakan pailit, maka upah buruh merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang kepailitan yang berlaku.

Pasal 28
Bila buruh jatuh pailit, maka upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak termasuk dalam kepailitan kecuali ditetapkan lain oleh hakim dengan ketentuan tidak melebihi 25% (duapuluh lima persen).

Pasal 29
  1. Bila upah baik untuk sebagian ataupun untuk seluruhnya, didasarkan pada keterangan-keterangan yang hanya dapat diperoleh dari buku-buku pengusaha, maka buruh atau kuasa yang ditunjuknya berhak untuk meminta keterangan dan bukti-bukti yang diperlukan dari pengusaha.
  2. Apabila permintaan keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil maka buruh atau kuasa yang ditunjuknya berhak meminta bantuan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya.
  3. Segala sesuatu yang diketahui atas keterangan-keterangan seta bukti-bukti oleh buruh atau kuasa yang ditunjuknya atau Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib dirahasiakan, kecuali bila keterangan tersebut dimintakan oleh badan yang diserahi urusan penyelesaian perselisihan perburuhan.

Pasal 30
Tuntutan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi daluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun.

BAB VI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 31
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (4) dan Pasal 8 dipidana dengan pidana kurang selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah).

Pasal 32
Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 20, dan Pasal 22, disamping perbuatan tersebut bata menurut hukum juga dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah).

Pasal 33
Buruh atau ahli yang ditunjuknya atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri yang dengan sengaja membocorkan rahasia yang harus disimpannya sesuai ketentuan pasal 29 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).

Pasal 34
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 adalah pelanggaran.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35
Dengan berlakunya Peraturan ini berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur perlindungan upah, sejauh telah diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 36
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 2 Maret 1981
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

       ttd

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 1981
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

           ttd

SUDHARMONO, SH

(Sumber : Hak Karyawan atas Gaji & Pedoman Menghitung :
Gaji Pokok, Uang Lembur, Gaji Sundulan,
Insentif, Bonus THR, Pajak atas Gaji,
Iuran Pensiun Pesangon,
Iuran Jamsostek/Dana sehat)
Penerbit Forum Sahabat Desember 2009
Oleh : Edytus Adisu
Seperti dikutip kembali oleh Team CariJOB.com