Rabu, 25 Januari 2017

Kamaluddin Harahap meminta majelis hakim untuk memproses hukum semua kaki tangan mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho yang memberi suap kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut.


 Hasil gambar untuk randiman tarigan
Medan(Batavia)
Mantan Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014, Kamaluddin Harahap meminta majelis hakim untuk memproses hukum semua kaki tangan mantan Gubsu Gatot Pujo Nugroho yang memberi suap kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut. Permintaan itu disampaikan terpidana yang divonis 4 tahun 8 bulan ini pada persidangan di Ruang Cakra I Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (23/1) malam.
 Dalam sidang itu, Kamaluddin memberi kesaksian atas kasus dugaan suap terhadap pimpinan dan anggota DPRD Sumut sebesar Rp 61,8 miliar dengan terdakwa Gatot Pujo Nugroho. “Yang mulia majelis hakim, saya pikir Pak Gatot tidak langsung memberikan suap kepada pimpinan dan anggota DPRD Sumut. Saya minta kepada yang mulia untuk memproses hukum pemberi suap,” pinta Kamaluddin. Mendengar itu, para pengunjung sempat tertawa. 
Namun permintaan tetap direspon majelis hakim yang diketuai Didik Setyo Handono. “Itu urusan jaksa,” ucap Didik. Kaki tangan Gatot yang memberi suap seperti dimaksud Kamaluddin adalah Nurdin Lubis (mantan Sekdaprovsu), Randiman Tarigan (mantan Sekretaris DPRD Sumut), Ali Nafiah (Bendahara DPRD Sumut), Ahmad Fuad Lubis (mantan Kabiro Keuangan Pemprovsu) dan Baharudin Siagian (Kadispora Sumut).
 Dalam persidangan, Chaidir Ritonga selaku Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 mengaku tidak pernah menerima uang ketok secara langsung. Urusan keuangan, ia mempercayakan kepada ajudannya, yakni Agus Andriansyah. “Saya hanya menerima uang, apa itu uang ketok atau uang resmi itu melalui ajudan saya bernama Agus Andriansyah,” ujar pria yang divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus yang sama itu. 
Setelah menjalani persidangan, Chaidir baru mengetahui bahwa uang yang diterima dari Ali Nafiah sebesar Rp545 juta itu adalah uang ketok untuk pengesahan LKPJ 2012, APBD 2013, LKPJ 2013, APBD 2014 dan uang sirup. “Sudah diakui oleh ajudan saya bahwa uang yang dimaksud adalah uang ketok. Itu dari tahun 2012-2015. Tidak memakai tanda terima, karena sudah menjadi tradisi anggota DPRD seluruh Indonesia,” jelasnya seraya menyatakan bahwa ia telah mengembalikan uang Rp125 juta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
 Saksi lain, Sigit Pramono Asri yang juga Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 menyebutkan, tidak mengetahui persis uang ketok dari Ali Nafiah. Ia mengaku hanya meminjam uang Rp40 juta ke Randiman Tarigan dan diberi oleh Ali Nafiah pada Agustus 2013. “Saya waktu itu mau berangkat haji. Saya tidak ada terima yang mulia (uang ketok). Yang kedua, saya pinjam sama Sekwan pada November 2013 sekitar Rp50 juta. Pinjaman itu tidak ada tanda terima,” sebut pria yang juga divonis 4 tahun 6 bulan penjara ini.
 Senada, Kamaluddin Harahap juga membantah telah menerima uang ketok. Pria berjenggot ini menerangkan, Randiman Tarigan pernah menyampaikan ke dirinya kalau ada dana dari eksekutif untuk mempengaruhi anggota dewan. “Saya tidak ada menerima hadiah atau uang ketok pada tahun 2013 dan 2014, kecuali hak saya sebagai anggota dewan. Saya gak tau ada dana bergulir di DPRD Sumut. Pernah saya minjam uang Rp240 juta ke Ali Nafiah. Selain itu gak ada lagi,” terang Kamaluddin.
 Sementara itu, Budiman Pardamean Nadapdap selaku anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 menjelaskan, untuk pengesahan LPJP tahun 2012, ia mendapat uang ketok sebesar Rp20 juta pada November 2013 dari Ali Nafiah. Untuk pengesahan P-APBD 2013, lanjutnya, ia mendapat Rp40 juta. “Pada akhir Januari 2014 setelah pengesahan APBD 2014, saya mendapat Rp75 juta. Pada Februari 2014, saya dapat 10 ribu dolar Singapura atau Rp90 juta dari Baharudin Siagian. Ada Rp50 juta beberapa kali pada tahun 2014, sehingga totalnya Rp800 juta,” jelasnya.
 Guntur Manurung selaku anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 mengungkapkan, total uang ketok yang ia terima sebesar Rp205 juta dan sudah dikembalikan seluruhnya ke KPK. Ia merincikan, untuk pengesahan LPJP tahun 2012, dirinya menerima Rp12,5 juta pada tahun 2013 dari Ali Nafiah. Untuk persetujuan P-APBD tahun 2013, ia terima Rp10 juta. Februari tahun 2014, ia menerima lagi sebesar Rp50 juta untuk persetujuan APBD 2014. “Pada Oktober 2014, saya terima Rp50 juta dari Chaidir Ritonga. Dari Ahmad Fuad Lubis saya juga terima Rp80 juta untuk persetujuan APBD 2015. Sebenarnya sudah tupoksi kami untuk pengesahan LPJP, LKPJ dan APBD. Tapi karena mereka (Pemprov Sumut) memberi, kami menerima,” ungkapnya. Muhammad Afan selaku Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 dan anggota DPRD Sumut 2014-2019 juga mengakui telah terima uang ketok. Pada tahun 2013, ia terima Rp40 juta dan akhir tahun 2013, ia terima lagi Rp50 juta dari Ali Nafiah. “Setelah di persidangan, saya baru tau kalau uangnya untuk pengesahan LPJP 2012 dan P-APBD 2013. Sedangkan pada Januari sampai Juli 2014, saya terima Rp75 juta, Rp100 juta, Rp5 juta hingga totalnya Rp380 juta,” urainya. Sedangkan 
Parluhutan Siregar selaku anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 mengaku ia menerima uang ketok yang keseluruhannya mencapai Rp403 juta selama 5 tahun. Pada akhir 2013, ia menerima Rp20 juta untuk pengesahan LPJP 2012 dan Rp40 juta untuk P-APBD 2013 dari Ali Nafiah. “Pada awal Februari sampai April 2014, saya terima lima kali yakni Rp25 juta, Rp50 juta, Rp50 juta, Rp100 juta dan Rp5 juta. Pada tahun 2015, saya terima dua kali yakni Rp50 juta dan Rp49,5 juta,” pungkasnya.
 Saksi lain, Bustami HS selaku anggota DPRD 2014-2019 menjelaskan, dirinya menerima uang ketok yang seluruhnya mencapai Rp495 juta dan sudah dikembalikan ke KPK. Keseluruhan uang itu untuk persetujuan LPJP 2012, P-APBD 2013, APBD 2014, LPJP 2014, LPJP 2015 dan menolak interpelasi 2015. “Saya terima dari Ali Nafiah sebesar Rp277,5 juta. Pertama Rp12,5 juta untuk LPJP tahun 2012, kedua Rp15 juta untuk APBD 2013 dan APBD 2014 sebesar Rp250 juta. Dari Zulkarnaen atau Zul Jenggot sebesar Rp100 juta untuk persetujuan APBD tahun 2015,” jelasnya. 
Selain ke delapan saksi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Ariawan dan kawan-kawan juga mengkonfrontir keterangan dengan menghadirkan Nurdin Lubis, Randiman Tarigan, Ali Nafiah, Baharuddin Siagian dan Zulkarnaen alias Zul Jenggot. Usai sidang, Kamaluddin kepada wartawan mengaku keberatan hanya Gatot sama pihak eksekutif yang diproses hukum. “Padahal yang memberi suap itu bukan Pak Gatot. Kami meminta kepada majelis hakm agar Nurdin Lubis, Randiman Tarigan, Baharudin Siagian, Ahmad Fuad Lubis dan Ali Nafiah juga diproses hukum,” jelasnya. Untuk keterangan Ali Nafiah dipersidangan, 
Kamaluddin akan mengadukannya ke pihak Kepolisian karena diduga sudah melakukan pembohongan atau rekayasa. “Kami sudah siapkan pengacara. Kalau pun Gatot divonis bersalah, tapi saya minta dalam putusan dia terbukti melakukan suap bersama-sama dengan Nurdin Lubis, Randiman Tarigan, Baharudin Siagian, Ahmad Fuad Lubis dan Ali Nafiah,” katanya.

Jalan Sibolga Tarutung Akan diReservasi Senilai Rp 257 M

 Hasil gambar untuk jalan tarutung sibolga
 Jalan Tarutung si Bolga
Medan(Batavia)
Dalam waktu dekat Jalan Sibolga Tarutung akan di reservasi degan angaran APBN sebesar Rp 257 M oleh Balai Besar Jalan Nasional Wilayah II Sumatera sepanjang 57 Km. Demikian disampaikan  Kasatker Balai Besar Jalan Nasional Wilayah II Sumatera Asner Silalahi melalui PPK Saleh Harahap di acara ground breaking dengan Pemkab Tapanuli Utara di Sitaralaman Desa Banuaji I Kecamatan Adian Koting, Kamis (19/1).

"Proses reservasi akan berlangsung selama 3 tahun yakni  tahun 2017 - 2019 dengan masa kerja 1080 hari yang output pekerjaannya meliputi pelebaran selebar 7 meter dan pemeliharaan  jalan. Kegiatan reservasi itu dikerjakan PT Jaya Konstruksi, " terangnya.

Dia menjelaskan, pekerjaan reservasi ini sifatnya multi year. Tahun 2017, anggaran pekerjaan sebesar Rp 60 miliar, tahun 2018 sebesar Rp 138 miliar dan tahun 2019 sebesar Rp 59 miliar. Sifat pekerjaannya, jalan yang rusak berat dibongkar kembali sementara jalan yang baru diperbaiki hanya ditambah pelebarannya saja.

Rabu, 04 Januari 2017

Lsm Era Baru Terminal Bayangan Mulai Bermunculan Diluar Terminal Amplas dan Pinang Baris Membuat Untung Oknum Tertentu


 
 Teminal Pinag Baris Sepi Karena Minibus Singah Diterminal Bayangan
Medan(Batavia)
Hotman Sigarimbun menyayangkan kinerja Pemko Medan yang membiarkan perusan angkutan dalam kota membuat terminal bayangan diluar terminal Pinang Baris membuat untung oknum tertentu serta mengurangi pendapatan kota medan degan berkurangnya  retribusi masuk melalui terminal kata ketua LSM Era  Baru di kantornya baru baru ini.
Dengan dipindahkanya terminal diluar terminal Pinang Baris Mars di diski rahayu di km 12 serta KPUM di pasar besar membuat omset retribusi sangat berkurang masuk keping baris,sementara dengan kepindahan terminal tersebut hanya menguntungkan oknum-oknum tertentu di jajaran di Dinas Perhubungan Kota Medan ujar Hotman sigarimbun.
Melalui pemberitan di media ini LSM Era Baru sangat berharap agar pemko medan menertibkan terminal diluar terminal Pinang Baris agar terminal Pinang Baris kembali kepungsi semulai agar selain ramai juga dapat menambah omset Pemko Medan ,serta mengurangi kemacatan seperti terminal bayangan yang sekarang menjamur  di sekitar jalan pinang baris membuat jalan macat .
Masalah ini sangat penting sekali di tegakan ujar Hotman Sigarimbun agar jangan terjadi pengutipan liar diluar kutipan resmi yang dilakukn Pemko Medan .” Kan heran kita ada terminal tapi minibus nya tidak masuk terminal  gimana mau nambah pendapatanya kalau mereka masuk terminal lain”.(Moslim)