Medan,Batavia Online News
Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho mendadak marah.
Di hadapan ratusan petugas Satpol-PP, pegawai dan pengunjung, orang nomor satu
di Sumut itu dengan nada tinggi mengajak wartawan POSMETRO MEDAN, Indra Mulia
Siagian berkelahi.
Gatot mendadak marah saat ditanya soal temuan BPK terkait hasil audit DBH (Dana Bagi Hasil) sebesar Rp2,2 triliun tahun 2013, yang belum dibayarkan. Diduga kuat, Gatot makin gerah karena di saat bersamaan ratusan massa Kelompok Mahasiswa Cipayung Plus Sumatera Utara berorasi di depan pintu gerbang Pemprovsu untuk meminta klarifikasi kasus yang sama ke Gatot.
Kejadian itu terjadi di lapangan apel kantor Gubsu, Selasa (24/6) siang. Saat itu, Gatot yang baru keluar dari lift menuju gedung lama Pemprovsu langsung disambangi wartawan.
Namun, Gatot enggan berkomentar dan terus berlalu menuju gedung Pemprovsu lama yang berjarak 200 meter dari kantor Gubsu. Karena belum dapat konfirmasi, wartawan koran ini berusaha mengikuti Gatot yang sedang berjalan dengan seorang anak buahnya. Merasa terusik diikuti dan ditanyai, tiba-tiba saja Gatot berhenti. Dengan suara lantang Gatot mengajak wartawan berantam.
“Apa mau kalian wartawan ini? Kalau kelen mau ngajak berantam. saya siap,” tantangnya sembari membusungkan dada. Melihat hal tersebut, 2 ajudan Gatot langsung datang dan mencoba melerai keributan tersebut dengan cara menghalangi wartawan koran ini.
Aksi kedua ajudan tersebut sontak jadi perhatian ratusan petugas Satpol-PP, pegawai dan pengunjuung Pemprovsu yang tengah berada di lokasi. Ironisnya, meski jadi perhatian, Gatot justru terus menantang wartawan Posmetro untuk berantam. Padahal, kala itu wartawan Posmetro mengaku hanya ingin konfirmasi. Tapi Gatot tak peduli, dengan suara keras Gatot berusaha mengejar wartawan koran ini, ia ngotot mengajak berantam.
“Kalau kamu ngajak berantam, saya siap,” pekiknya lagi. Aksi Gatot ini tak hanya jadi perhatian, tapi ratusan petugas Satpol-PP yang berada di lantai 2 gedung Satpol PP juga sempat turun dan langsung berkerumunan melihat kejadian.
Puluhan orang (pengunjung-red) juga terlihat menyemut di depan pintu masuk gedung Pemprovsu. Sadar jadi perhatian, dengan gerak cepat Gatot memilih pergi meninggalkan wartawan yang kala itu masih dihadang 2 ajudannya.
Terpisah, Ketua PWI Sumut, Syahril menilai tindakan yang dilakukan Gatot suatu hal yang sangat aneh sebagai kepala daerah. “Ini ’kan menunjukkan tindakan emosional. Seharusnya, kita meminta kepada pejabat publik untuk menyampaikan aja, jangan sampai menunjukkan dengan emosi. Karena ini ’kan menunjukkan interprestasi yang macam-macam di tengah masyarakat,” kesalnya.
Kemudian, dirinya menyimpulkan tindakan tersebut menunjukkan kepanikan dari Gatot. Padahal, teman-teman wartawan hanya ingin meminta konfirmasi. “Karena yang jadi pejabat itu adalah kepala daerah apa salahnya menyampaikan dengan kesan yang lebih simpatik. Misalnya, meminta wartawan untuk mengkonfirmasi ke bawahannya. Tapi, tindakannya tersebut telah menunjukan sikap kepanikan seorang pejabat daerah. Walaupun kita tidak tau situasinya apakah itu capek ataupun letih,” cibirnya.
Ketua Pusat Study Hukum Peradilan (Pushpa) Sumut, Muslim Muis mengaku, tindakan Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho terhadap wartawan POSMETRO MEDAN dengan mengajak berantam telah melanggar UU No 40 Tahun Tahun 1999 tentang Pers dan bisa dipolisikan.
“Itu bisa dipolisikan lantaran sudah melanggar tindak pidana,” tegasnya.
Lebih lanjut, mantan Direktur LBH Medan ini meminta kepada Mendagri untuk memanggil Gatot dan melakukan evaluasi terkait tindakannya tersebut. “Mendagri harus memanggilnya dan melakukan evaluasi atas tindakannya seperti itu,” tungkasnya.
Bukan itu saja, atas kejadian tersebut dirinya menilai watak asli Gatot yang tempramental terlihat. “Dia itu kan pilihan masyarakat. Dan seharusnya dia itu menerima aspirasi masyarakat. Bukannya marah. Inikan menunjukkan sikap tempramental yang selama ini ditutup-tutupinya,” pungkanya.
Sementara itu, Ketua Divisi Advokasi dan Edukasi KIP Sumut, M Syahyan RW mengatakan, Gubsu, Gatot Pujo Nugroho harus terbuka dan tidak boleh menutupi informasi sesuai dengan UU No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.
“UU itu menuntut pejabat harus terbuka jadi tidak semestinya pejabat ditanya soal informasi malah menanggapi dengan cara tidak bersahabat,” jelas Syahyan melalui telepon.
Lebih lanjut, bebernya, jika dilihat kepada UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, jika seumpanya wartawan meminta konfirmasi haruslah ada hak jawab. “Dari sini, pejabat wajib menjawab setiap konfirmasi kepadanya yang terkait kinerjanya,” pungkasnya.
Terpisah, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Medan, Monang Hasibuan menyebutkan, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho tidak layak bersikap arogan terhadap awak media sebagai pejabat nomor satu di Sumatera Utara.
“Pada intinya, ini adalah era keterbukaan informasi. Karena itu, kasus-kasus hukum, kasus korupsi dan dugaan lainnya harusnya Gatot sebagai pejabat tidak boleh risih selama itu sesuai dengan kode etik,” ucap Monang.
Lebih lanjut, Monang mengatakan, mengenai respon Gatot bersikap arogan dengan mengajak berduel dengan wartawan saat dikonfirmasi terkait Dana Bagi Hasil (DBH) Sumut, Gatot tidaklah layak melakukan hal itu sebagai seorang gubernur.
“Pada intinya seorang pejabat harus menujukan sikap bijaksana, seorang pejabat apalagi gubernur seharusnya memberikan jawaban konfirmasi terkait kinerja gubsu yakni dirinya,” jelas Monang.
Kemudian, Monang mengatakan, sesuai etika setiap
permasalahan yang terkait dengan kinerja gubsu haruslah dikonfirmasi oleh
pejabat terkait. “Ini adalah kritik kepada Gubsu, karena memang harus cepat
merespon apapun permasalahan dan persoalan-persoalan di Sumut. Apalagi setiap
konfirmasi yang dilakukan wartawan sudah sesuai kode etik dan klarifikasi.
Apalagi ini adalah era demokrasi,” tutupnya.(Tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar